- Back to Home »
- cinta tanah air , indonesia raya , jombang »
- Cerita Raja Bijak dan Raja Jahat
Posted by : Unknown
Kamis, 30 Mei 2013
Kasih Sayang Ilahi Robbi
alkautsar.co Bagi orang-orang yang terkena musibah
atau yang hidupnya sering didera petaka, janganlah bersedih karena bisa jadi
petaka tersebut adalah diantara cara Alloh untuk menghapuskan dosa-dosa kita,
supaya nanti ketika masuk ketika masuk keakherat bisa bersih laksana bayi yang
baru lahir. Berkenaan dengan hal ini, dalam hadis qudsi Alloh berfirman : “Demi
keagungan dan kemulyaan-Ku, Aku tiada mengeluarkan hamba-Ku yang Aku inginkan
kebaikan baginya dari kehidupan dunia, sehingga Aku tebus perbuatan-perbuatan
dosanya dengan penyakit pada tubuhnya, kerugian pada hartanya, kehilangan
anaknya. Apabila masih ada dosa yang tersisa, dijadikan ia merasa berat disaat
sakarotul maut, sehingga ia menjumpai Aku seperti bayi yang baru dilahirkan”.
Seiring dengan hadis qudsi
tersebut, ada juga kisah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad, tentang nasib
raja bijak dan raja jahat. Dikisahkan :
Pada suatu saat Rosululloh pernah
berkisah kepada para shahabat : Pada zaman sebelum kalian, pernah ada seorang
raja yang amat dzalim. Hampir setiap orang pernah merasakan kezalimannya itu.
Pada suatu ketika, raja dzalim ini tertimpa penyakit yang sangat berat. Maka
seluruh tabib yang ada pada kerajaan itu dikumpulkan. Dibawah ancaman pedang,
mereka disuruh untuk menyembuhkannya. Namun sayangnya tidak ada satu tabib pun
yang mampu menyembuhkannya. Hingga akhirnya ada seorang Rahib yang mengatakan
bahwa penyakit Sang Raja hanya dapat disembuhkan dengan memakan sejenis ikan
tertentu, yang sayangnya saat ini bukanlah musimnya ikan itu muncul ke
permukaan. Betapa gembiranya raja mendengar kabar ini. Meskipun raja menyadari
bahwa saat ini bukanlah musim ikan itu muncul ke permukaan laut, namun
disuruhnya juga semua orang untuk mencari ikan itu. Anehnya, walaupun belum
musim, ternyata ikan itu sangatlah mudah ditemukan. Sehingga akhirnya sembuhlah
raja dzalim itu dari penyakitnya.
Di lain waktu dan tempat, ada
seorang raja yang amat terkenal kebijakannya. Ia sangat dicintai oleh
rakyatnya. Pada suatu ketika, raja yang bijaksana itu jatuh sakit. Dan ternyata
kesimpulan para tabib sama, yaitu obatnya adalah sejenis ikan tertentu yang
saat ini sangat banyak terdapat di permukaan laut. Karena itu mereka sangat
optimis rajanya akan segera pulih kembali.
Tapi apa yang terjadi? Ikan yang
seharusnya banyak dijumpai di permukaan laut itu tidak ada sama sekali.
Walaupun pihak kerajaan telah mengirimkan para ahli selamnya, tetap saja ikan
itu tidak berhasil diketemukan. Sehingga akhirnya raja yang bijaksana itu pun
meninggal.
Dikisahkan para malaikat pun
kebingungan dengan kejadian itu. Akhirnya mereka menghadap Tuhan dan bertanya
tentang keadilan, “Ya Tuhan kami, apa sebabnya Engkau menggiring ikan-ikan itu
ke permukaan sehingga raja yang dzalim itu selamat. Sementara pada waktu raja
bijak sakit, Engkau menyembunyikan ikan-ikan itu ke dasar laut sehingga, raja
yang baik itu meninggal?” Tuhan pun berfirman, “Wahai para malaikat-Ku,
sesungguhnya raja yang dzalim itu pernah berbuat suatu kebaikan, karena itu Aku
balas kebaikannya, sehingga pada waktu dia datang menghadap-Ku nanti, tidak ada
lagi kebaikan sedikitpun yang dibawanya. Dan Aku akan tempatkan ia pada neraka
yang paling bawah!
Sementara raja yang baik itu
pernah berbuat salah kepada-Ku, karena itu Aku hukum dia dengan menyembunyikan
ikan-ikan itu, sehingga nanti dia akan datang menghadap-Ku dengan seluruh
kebaikannya tanpa ada sedikit pun dosa padanya, karena hukuman atas dosanya
telah Kutunaikan seluruhnya di dunia!” Itulah cerita penuh hikmah yang
disampaikan Nabi pada Sahabatnya. Lantas hikmah yang dapat kita petik dari
kisah ini adalah bahwa musibah yang menimpa manusia terkadang bukanlah adzab
semata tetapi belaian kasih sayangNya, sapaan rahmatNya. Demikian pula
sebaliknya, kenikmatan yang diberikan pada manusia, terkadang bukan rahmat
semata, tetapi juga bisa bermakna adzab dan kemarahan Tuhan (istidroj).
Berdasarkan ini, maka yang
bijaksana dan terbaik bagi manusia adalah selalu bersyukur dan berprasangka
baik (husnudhon) pada takdir Ilahi. Bersyukur membuat hati selalu tenang, damai
dan tidak panas. Husnudhon juga membuat yang pada dasarnya “hitam” menjadi
“putih”, yang pada dasarnya adzab menjadi rohmat, dan musibah menjadi nikmat.
Bukankah AllOh mengatakan: “Aku berdasarkan persangkaan hambaKu” (Ana ‘Inda
DHOnni Abdi).
!